Menjadi Mandiri di Perantauan

mandiri di perantauan


 
Menjadi mandiri di perantauan tak pernah terbayangkan. Sebenarnya aku sendiri tak mengerti apakah kepindahanku ke Semarang selama sembilan bulan untuk bekerja itu bisa disebut dengan merantau. Entahlah, bisa iya namun bisa juga tidak.

Sebenarnya apa definisi merantau? Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia sendiri, merantau diartikan sebagai perginya seseorang dari daerah asal tempat ia dilahirkan menuju ke daerah lain untuk mencari pengalaman dalam menjalani kehidupan.

Merantau sendiri merantau itu memiliki tujuan bermacam-macam, sebut saja:
  1. Bekerja
  2. Melanjutkan pendidikan
  3. Ikut pasangan setelah menikah
  4. dan berbagai alasan lain yang menjadi motivasi seorang individu
Tentu semua motivasi seseorang merantau pasti ada tujuan yang ingin dicapai meskipun hanya untuk mendapat pengalaman hidup. Lalu bagaimana dengan diriku? Apakah aku juga pernah merantau? Jawabannya iya dan menjadi mandiri di perantauan merupakan hikmah terbesar dalam hidup yang sampai saat ini kurasakan.

Merantau: Pilihan Hidup yang Harus Dijalani

Menjadi mandiri di perantauan bukan pilihan mudah di kala itu. Apalagi aku merupakan sarjana yang baru menetas dan masih awam dalam menjalani kehidupan. Yang biasanya aku masih meminta uang kepada ibu, namun seketika itu juga ada tawaran untuk merantau di kota orang.

Tahun 2005 aku merantau ke Semarang, Jawa Tengah. Sebenarnya tidak ada rencana sedikitpun. Yang ada hanya rasa sungkan kepada kerabat yang menawarkan pekerjaan saat itu. Memang setelah lulus kuliah tahun 2004 aku susah sekali mendapat pekerjaan. Lalu ketika sedang bermain ke Semarang, kerabat menawarakan aku untuk belajar bekerja di kantor temannya.

Namanya masih belum pengalaman sedikitpun maka mau saja aku terima tawarannya. Walau kemudian hari aku memutuskan untuk kost saja daripada menjadi beban kerabatku itu. Berat rasanya ketika menjalani kost dengan gaji seadanya. Namun pantang bagiku berputus asa di kala itu.

Selama sembilan bulan aku jalani hidup di perantaun dengan segala suka dukanya. Walau terasa berat namun selama sembilan bulan aku merasa berhasil menjalani hidup seorang diri di kost. Memang ada teman-teman kost tapi kan rasanya berbeda jika tinggal bersama keluarga sendiri.

Sembilan bulan mungkin ibarat ibu hamil yang sudah siap untuk melahirkan anaknya ke dunia. Aku pun harus kembali ke Surabaya kerena diberitahu bahwa ibuku sakit dan tidak mungkin aku tinggalkan beliau seorang diri di rumah.

Tidak dipungkiri ada rasa bahagia ketika kembali ke Surabaya, seolah-olah terlepas dari beban berat yang ada di pundakku. Beban rasa tidak enak dengan kerabata yang menawariku pekerjaan, beban penghasilan yang sangat minim menurutku di pekerjaan yang kujalani di Semarang dan tentu saja beban jauh dari Ibu.

Banyak hal positif ketika aku berada di perantauan. Menjadi mandiri di perantauan adalah salah satu nilai positifnya yang mungkin sampai sekarang masih terpatri dan menjadi bekal dalam menjadi hari-hari yang penuh tantangan.

Hal positif lain yang aku dapat selama di perantauan adalah:
  1. Mengatur keuangan agar tak defisit
  2. Mampu bersosialisasi dengan teman-teman baru
  3. Belajar budaya baru suatu daerah
  4. Mendapat banyak pelajaran hidup dari sekitar
Demikian pengalamanku ketika berada di perantauan. Sebulan dua bulan mungkin pernuh pergolakan batin, rasa tidak betah dan lain sebagainya. Namun ketika engkau tak punya pilihan lain maka mau tak mau harus menjalani dengan ikhlas.

Yuk, ceritakan pengalaman merantaumu jika ada di kolom komentar yah.

Post a Comment

أحدث أقدم