Childfree vs Childless: Sebuah Pilihan Atau Keputusan Hidup ?

Childfree vs Childless


Hati nurani siapa yang bicara ketika kita mendengar konsep childfree yang saat ini sedang ramai digaungkan? Jawabnya adalah TERGANTUNG. Tergantung dengan siapa Anda berdiskusi.

Sesungguhnya tanggal 12 September 2021 lalu merupakan moment webinar yang memberikan secercah energi dan harapan besar untuk saya dan suami yang menginjak tahun ke-10 ini belum juga dikaruniai keturunan.

Mengapa demikian? Karena salah satu materi webinar yang dibawakan oleh Ibu Anggun benar-benar memberi insight mendalam untuk saya dikarenakan membahas mengenai anak atau keturunan dalam sebuah pernikahan.

Siapa sih yang tidak berharap mendapat keturunan dalam pernikahan yang dijalani bersama suami. Saya menyebut suami dikarenakan sebagai seorang penulis artikel ini saya adalah seorang perempuan.

Bagi saya anak adalah anugerah yang Allah SWT berikan kepada setiap pasangan suami istri. Awal menikah saya berharap bisa diberi keturunan segera. 

Namun terkadang keinginan manusia berbeda dengan kehendak Tuhan salah satunya berkaitan dengan keturunan. Menurut saya pribadi, anak itu perlu dalam sebuah keluarga karena:
  1. Sebagai penyejuk hati kedua orang tua
  2. Untuk meneruskan keturunan pasangan suami istri
  3. Agar dapat menjaga dan merawat saya dan suami ketika kami menua nanti.
Pada kempatan kali ini saya ingin menuliskan artikel khusus webinar yang dibawakan oleh Ibu Anggun Meylani Pohan dimana banyak sekali insight yang saya terima setelah menerima banyak pemaparan dari beliau.

Webinar yang diselenggarakan pada tanggal 12 September 2021 ini sebenarnya Ibu Anggun berduet dengan Kak Seto sebagai pemateri namun saya akan menulis insight keduanya secara terpisah.


Childfree vs Childless


Menurut Ibu Anggun, memiliki anak itu bisa memberikan suatu kepuasan namun juga di sisi lain memiliki anak itu mahal. Saya mengamini apa yang dikatakan Ibu Anggun karena tentu sebagai pasangan suami istri ingin "membuktikan" kepada keluarga dan lingkungan sekitar bahwa mereka mampu untuk menghadirkan keturunan di tengah-tengah keluarga. Hal ini sah-sah saja namun terkadang yang saya rasakan semacam ada kompetisi di salah satu pihak keluarga besar untuk berusaha hamil bagi pihak perempuan.

Manusia dalam hidup pun berkompetisi seperti halnya kita terlahir di dunia merupakah hasil akhir dari sebuah kompetisi namun apakah pantas apabila di lingkungan keluarga harus berlomba dalam mengandung serta melahirkan.

Dulu saya sempat mengalami tekanan ketika menginjak tahun kedua sampai keempat belum juga dikaruniai keturunan, dimana seolah-olah ada "perlombaan" di keluarga besar untuk memiliki anak. Namun seiring berjalannya waktu tekanan itu mulai mereda dengan saya mengambil keputusan untuk menjauh dari keluarga.

Memiliki anak juga pastinya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, dimana mulai mengandung sampai membesarkan pasti kita sebagai orang tua harus mengupayakan agar dana tersedia bagi kelangsungan hidup sang buah hati.

Ibu Anggun menuturkan kehadiran anak bagi sebagian orang tua juga seolah-olah tuntutan adanya harapan ketika tua nanti anak dapat menjaga serta merawatnya sebagaimana dulu orang tua merawat anak tersebut.

Hal ini memang seharusnya dilakukan oleh anak sebagai bentuk bakti kepada orang tua namun sejatinya orang tua tidak boleh memaksakan keinginnya tersebut apabila kondisi tidak memungkinkan. Bagaimana jika anak merasa tertekan dengan adanya tuntutan mengurus serta merawat orang tua sehingga mengakibatkan pertengkaran terus menerus ketika dewasa kelak.

Bagi saya pribadi itu semua butuh komunikasi serta kesadaran dalam diri sang anak apakah nantinya dia mau mengurus serta merawat orang tua ketika lansia. Saya pribadi sebagai anak selalu berlandaskan agama yang saya anut ketika dalam keseharian mungkin ada kalanya merasa lelah tinggal serumah dengan Ibu yang sudah beranjak menua.

Saya percaya bahwa Tuhan akan memberikan saya pahala atas bakti saya sebagai seorang anak yang ikhlas merawat serta menemani Ibu di hari tua. Bahwa rasa lelah itu adalah suatu hal yang wajar. Ibu saya juga dulu pasti lebih lelah dari saya ketika harus begadang demi menyusui saya di malam hari.

Ibu Anggun membawakan materi mengenai tema Childfree dimana saat ini seolah sedang menjadi trend di kalangan pasangan suami istri muda. Namun sebelum menginjak pembahasan mengenai childfree, Ibu Anggun menjelaskan kondisi yang dialami oleh pasangan suami istri yang ada saat ini terbagi dua yaitu:
  • Childless
Childless sendiri merupakan keadaan tidak mampu memiliki keturunan dikarenakan salah satu dari pasangan suami istri memiliki kekurangan dalam hal reproduksi mereka. Ada yang dinamakan Natural Childlessness yang memiliki arti pasangan yang sangat ingin memiliki anak namun karena masalah kesehatan dari salah satu pasangan membuat mereka tak kunjung punya anak. Tentu saja hal ini mengakibatkan frustrasi bagi kedua pasangan suami istri tersebut.

Namun menurut saya pribadi, Childless tidak semata-mata berbicara masalah kekurangan yang ada pada diri manusia terutama yang menyandang predikat suami atau istri.

Kesempatan dan kepercayaan yang belum diberikan Tuhan kepada pasangan suami istri untuk memiliki momongan pun walau keduanya dikatakan normal oleh dokter pun bagi saya itu childless. 

Mungkin banyak di dunia ini pasangan suami istri yang sudah bertahun-tahun menikah namun belum diberi kepercayaan memiliki keturunan, seperti saya dan suami. Namun tentu saja walau bertahun-tahun belum dikaruniai anak, saya yakin semua pasangan halal di dunia ini yang tidak menganut prinsip childfree akan terus berharap bisa diberi kesempatan untuk mendapat keturunan.

Pertanyaan atau perkataan yang seharusnya dihindari kepada pasangan suami istri yang Childless yaitu:
  1. Kenapa tidak bisa punya anak
  2. Kapan menjadikan kami kakek dan nenek
  3. Apa sih susahnya mengadopsi anak
  4. Harusnya kalian berdoa lebih keras lagi
  5. Enak ya kalian tidak punya anak, lalu kalian ngapain aja selama ini
  6. Apa jadinya kalian jika ga punya anak
  7. Usaha kalian untuk punya anak kurang keras lagi
  8. Kalian bisa kok pakai anak-anakku (saudara atau teman)
  9. Harusnya kalian bisa menjadi orang tua yang hebat kalau punya anak.
Tidak mudah bagi pasangan suami istri menjalani pernikahan childless. Mungkin bagi lingkungan sekitar usul untuk mengadopsi anak terdengar gampang dilakukan. Namun tahukah Anda, seperti yang dijelaskan oleh Ibu Anggun bahwa Adopsi merupakan suatu proses atau tahapan yang tidak mudah dilakukan bahkan memerlukan waktu berahun-tahun sampai akhirnya disetujui. 

Ada beberapa faktor mengapa beberapa pasangan suami istri tidak terpikir untuk mengadopsi anak, bahkan saya sendiri pun tidak berkeinginan melakukannya. Faktor tersebut antara lain:
  1. Penerimaan keluarga yang belum tentu bisa menyambut dengan baik tindakan adopsi
  2. Jika anak yang diadopsi mengetahui bahwa dia bukan anak kandung dari ayah ibunya maka tentu akan muncul masalah baru di kemudian hari.
  3. Alasan ketiga merupakan alasan yang murni dari pendapat pribadi saya adalah ketika mengadopsi anak yang tidak diketahui asal usulnya maka bisa saja di kemudian hari akan timbul masalah apabila orang tua kandung anak tersebut muncul. Mungkin alasan saya nampak mengada-ada atau saya terlalu banyak menonton sinetron sehingga mental ini secara pribadi memang belum siap untuk mengadopsi anak.
  • Childfree
Childfree sendiri merupakan prinsip hidup yang lebih berdasar kepada sebuah pilihan bagi pasangan suami istri yang tidak ingin memiliki keturunan semenjak awal menikah. Ini merupakan pilihan hidup yang telah disepakati oleh pasangan suami istri sejak awal menikah atau bahkan sebelum ijab qabul.

Saya sendiri awalnya tidak paham bahwa prinsip childfree itu ada lalu menjadi paham mengapa isu itu terus berhembus sampai saat ini. Ternyata awal mulanya adalah ketika Chef Juna yang diwawancarai oleh Deddy Corbuzier mengatakan bahwa dia tidak akan memaksakan istrinya untuk hamil kelak.

Selain Chef Juna, hadir pula selebgram dan Youtuber Indonesia yang kebetulan berdomisili di luar negeri bernama Gita Savitri dimana juga mengatakan hal yang sama bahwa dia dan suami tidak ingin memiliki anak dalam pernikahan mereka.

Seperti yang dipaparkan oleh Ibu Anggun bahwa pasangan suami istri yang sedari awal menganut prinsip childfree maka ketika nantinya dalam perjalanan pernikahan mereka diberi keturunan oleh Tuhan, maka bisa saja pasangan suami istri tersebut memperlakukan anak mereka tidak semestinya yang berujung pada inner child yang terluka pada si anak.


Menganut Paham Childfree: Bukan Tentang Benar Atau Salah

Mengapa seorang wania tidak mau memiliki anak dalam kehidupan pernikahannya, mungkin salah satu alasan berikut bisa jadi sudah tertanam dalam mindset seorang wanita:
  1. Anak itu mahal
  2. Tidak perlu alasan jelas untuk tidak ingin punya anak
  3. Hanya tidak mau punya anak
  4. Wanita tersebut memiliki prioritas lain
  5. Ingin kebebasan dalam hidup
  6. Menganggap dunia sudah penuh populasi atau over populated.

Ibu Anggun memiliki beberapa tips apabila kalian menganut paham Childfree antara lain:
  • Terima diri kita
  • Fokus pada hidup
  • Nikmati kebebasan dalam hidup Anda
  • Buatlah program yang membahagiakan
  • Nyaman terhadap diri sendiri
  • Buatlah jurnal rasa syukur
  • Test diri Anda secara positif
  • Cari komunitas Childfree

Kesimpulan


Ada perkataan dari Ibu Anggun yang sangat nampol di hati dan pikiran saya
"Kita menghitung banyak luka tapi lupa berapa banyak bahagia"

"Setiap anak adalah istimewa, lepaskan apa yang menjadi masa lalu yang lalu biarlah berlalu, lepaskan semua duka dengan gratitude atau rasa syukur"

Seperti yang disampaikan oleh Ibu Anggun bahwa kita merupakan makhluk sosial adalah benar adanya. Kita hidup berdampingan dengan orang lain baik itu keluarga, teman dan juga kerabat lainnya. Pilihan hidup kita tentunya akan mendapat respon dari lingkungan sekitar. Kita tidak bisa menghindari lingkungan tempat tinggal beserta orang-orang yang tinggal di dalamnya.

Apapun keputusan yang kita ambil mungkin bagi orang lain tidak ada yang benar sehingga harus menguatkan hati dengan prinsip hidup tersebut. Jangankan lingkungan tempat tinggal, respon orang-orang di media sosial saja terkadang cukup mengganggu apabila diambil hati.

Jadi, mau childfree atau tidak, itu semua bergantung kepada pilihan hidup masing-masing bersama pasangan halalnya. Namun ingatlah bahwa prinsip hidup pasti ada konsekunsi yang harus kita tanggung.

Sudah siapkah Anda dengan konsekuensi hidup tanpa anak?

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama